Sabtu, 14 April 2012

permasalahan obat


PERMASALAHAN OBAT

Reaksi Obat Yang Tidak Diinginkan
            Setiap efek yang tidak diduga dan dimaksudkan akibat pemberian obat dengan dosis terapeutik, mempertimbangkan masalah obat mencakup evaluasi reaksi yang tak diinginkan serta respon yang tak diduga berikut ini:
Respons Obat Yang Tidak Diinginkan
  • Alergi obat
  • Hipersensitivitas
  • Idiosinkrasi
  • Toleransi
  • Akumulasi
  • Ketergantungan
  • Sinergisme
  • Antagonisme
  • Interaksi obat

Beberapa Istilah Yang Perlu Diketahui

Toleransi Obat
Toleransi obat adalah resistensi yang terjadi sebagai akibat pemakaian yang menahun. Untuk memperoleh efek yang sama, dibutuhkan makin banyak obat, artinya dosisnya makin tinggi. Contoh: barbiturate.
 Habituasi
Habituasi atau ketagihan, adalah kejadian pemakaian obat secara menahun yang menyebabkan gangguan emosi bila pemberian obat itu dihentikan. Contoh: merokok (nikotin) dan minum kopi (kafein).
Adiksi
Adiksi adalah kejadian pemberian obat yang menyebabkan toleransi dan penghentiannya menyebabkan timbulnya sindrom gejala putus obat ( withdrawal syndrome). Contoh: morfin.
Idosinkrasi
Adalah efek abnormal dari obat terhadap seseorang. Misalnya, morfin yang biasanya mengakibatkan depresi, pada orang itu malah menimbulkan eksitasi atau pemberian pentaquin menimbulkan anemia hemolitik pada orang kulit hitam di Afrika. Penyebab idosinkrasi adalah factor generic berlebihan.

Factor yang mempengaruhi insidens reaksi obat yang merugikan
1)      Jumlah obat dalam dalam satu kali pengobatan. Makin banyak obat, makin besar kemungkinan efek samping.
2)      Jenis kelamin pasien. Perempuan dikatakan minum lebih banyak obat dari pada laki-laki.
3)      Usia. Lansia, anak-anak dan neonatus perlu dimodifikasi dosis obatnya.
4)      Penyakit itu sendiri. Misalnya, pasien dengan gagal ginjal diberi digoksin dengan dosis normal. Digoksin akan tertimbun dan dapat menimbulkan keracunan digoksin. Atau pasien dengan sirosis hati dapat menimbun sembarang obat yang biasanya dimetabolisasi oleh hati.
5)      Riwayat adanya asma alergi atau reaksi alergi terhadap obat, makanan atau lainnya, maka harus hati-hati.
6)      Pengobatan dengan keoterapi terhadap kanker.
7)      Efek samping dapat timbul akibat menaikkan dosis obat yang biasanya tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau memakai obat dengan merek dagang lain.
8)      Idiosinkrasi.
9)      Banyaknya obat yang beredar menyebabkan kemungkinan pemberian obat yang salah, misalnya Leucovorin ( antidot terhadap antagonis asam folat) dan Leukeran ( obat sitotoksik);Lanoxin (glikosida digitalis) dan Laroxyl ( antidepresan trisiklik);minomycin (antibiotika) dan miomycin ( obat sitotoksik).
10)  Mudah didapatnya obat, dengan atau tanpa resep di took obat.
11)  Kurangnya komunikasi antara pasien dan dokter tentang penggunaan obat yang benar.
12)  Peningkatan penggunaan obat secara illegal seperti narkotika, dan halusinogen, merokok, tranquilizer dan alcohol, serta kombinasi diantaranya.
13)  Variasi genetik dalam masyarakat, yang mempengaruhi respons individual terhadap terapi obat.

Dosis obat
a)      Dosis toksik
Adalah dosis yang menimbulkan gejala keracunan.
b)      Dosis minimal
Dosis minimal adalah dosis paling kecil yang masih mempunyai efek terapeutik.
c)      Dosis maksimal
Dosis maksimal adalah dosis terbesar yang mempunyai efek terapeutik, tanpa gejala, atau efek toksik.
d)     Dosis terapeutik
Dosis terapeutik adalah dosis diantara dosis minimal dan maksimal. Dosis terapeutik dipengaruhi oleh umur, barat badan, jenis kelamin, waktu pemberian obat, cara pemberian obat, kecepatan pengeluaran obat, kombinasi obat, jenis bangsa, spesies dan tempramen.

Penyebab Reaksi Obat Yang Tidak Diinginkan
Overdosis atau kelalaian
Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah:
1)      Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi.
2)      Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien bingung, misalnay furosemid (antidiuretik) dikenal sebagai Lasix, Uremia dan Unex.
3)      Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat di hati atau eksresi obat melalui ginjal akan meracuni darah.
4)      Gangguan emosi dan mental menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi), misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer.

Alergi obat
a)      Lesi kulit: Urtikaria,dermatitis eksfoliatif, sindrom Stevens Jhonson, purpura, dermatitis kontak.
b)      Bronkospasme dan edema larings ( sesak nafas dan batuk).
c)      Reaksi anafilaktik (syok)
Mekanisme respon alergi

Reaksi alergi disebut juga reaksi heipersensitivitas, adalah respon imunologi tubuh terhadap substansi asing yang disebut antigen. Contoh antigen yang dapat menimbulkan/membangkitkan reaksi alergi adalah protein, serbuk, debu rumah, bulu jamur, dan sebagainya. Umumnya antigen itu berbobot molekul tinggi.
            Peran antigen adalah merangsang pembentukan antibody (zat anti) khas terhadap antigen tersebut; terjadi reaksi antigen-antibody. Reaksi antigen-antibody ini dapat melindungi tubuh terhadap pengaruh antigen atau menimbulkan reaksi alergi, yang adapat merusak jaringan setempat. Sebagai akibat reaksi alergi terhadap ini dibebaskan sejumlah zat histamine,bradikidin dan SRS-A (slow reacting substance of anaphylaxis) yang mengakibatkan kontraksi otot polos bronkus, pelebaran pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas kapiler.
            Antibody diperoleh dari molekul immunoglobulin yang disebut globulin-gamma. Dikenal 5 golongan immunoglobulin (ig), yaitu IgA, IgD, IgE, IgG, IgM. Tergantung jenis reaksi antigen-antibody, maka reaksi alergi dibagi dalam 4 kategori:

1)      Tipe 1 (reaksi anafilaktik)
Ditandai syok anafilaktik (bahkan meninggal) dengan urtikaria akut,edema larings, asma akut, hipotensi. Obat penyebab yang paling sering penicillin, dekstran, kontras beryodium (radiology), tiopenton, relaksan otot.

2)      Tipe 2 ( reaksi sitotoksik)
Reaksi ini ditandai penghancuran sel darah merah dan trombosit. Contoh reaksi ini adalah penyakit hemolitik pada neonatus, reaksi transfusi darah, anemia hemolitik tertentu, purpura akibat obat, agranulositosis akibat obat. Obat penyebab yang paling sering adalah penisilin, sefalotin, quinidin, rifampicin, metildopa.
3)      Tipe 3 ( reaksi kompleks imun)
Reaksi ini jarang ditemukan, ditandai oleh demam,urtikaria, artralgia, trombi, hemoragi, nefritis, artrisis reumatoid. Obat yang paling sering:
·         Penisilin
·         Sulfonamide
·         Streptomisin
·         Hidralazin
·         Tiourasil
·         Isoniazid
·         Rifampisin.
4)      Tipe 4 ( reaksi hipersensitivitas tertunda)
Paling sering berupa dermatitis kontak, reaksi penolakan, reaksi autoimun.

Interaksi Obat
Bila dua atau lebih obat diberi bersamaan, dapat terjadi interaksi obat. Interaksi biasanya ditandai potensiasi atau antagonisme dari salah satu obatnya.

Inkompatibilitas farmakologis
      Adanya endapan adalah tanda inkompatibilitas. Dua macam obat dicampur dalam satu semprit,atau obat suntik dalam cairan infus. Misalnya penisilin di-nonaktifkan oleh aminogloksida. Kadangkala interaksi ini malah bermanfaat bagi pasien, misalnya kerja antikoagulansia dari heparin (asam) dapat dihambat dengan pemberian protamin (basa). Protamin dapat dipakai sebagai antidot spesifik terhadap overdosis heparin.
Mengganggu absorpsi saluran cerna
      Absorpsi obat dari saluran cerna dapat meningkat atau mengurang. Obat dapat pula mempengaruhi motilitas tulang usus dan lambung, misalnya metoclopramide mempercepat pengosongan lambung. Obat-obat di dalam usus seringkali diikat, sehingga tidak dapat diserap. Tetrasiklin didikat oleh ion kalsium, ion magnesium dan aluminium, yang merupakan komponen antasida, dan oleh ion besi.

Penggeseran ikatan pada protein plasma
      Obat bebas ( tidak terikat) dalam plasma bertanggung jawab terhadap efek farmakologisnya. Ikatan pada protein plasma, terutama alabumin, dapat terjadi dengan sembarang obat. Obat dengan afinitas tinggi terhadap tempat ikatan itu dapat menggeser obat yang kurang kuat ikatannya sehingga konsentrasi obat yang tergeser/terlepas itu meningkat didalam darah. Misalnya, kerja antikoagulan dari warfarin meningkat dengan pemberian fenilbutazon; efek metotreksat meningkat dengan aspirin dan sulfa.

Ketergantungan obat
      Obat yang menyebabkan ketergantungan mempunyai sifat umum yang sama, yaitu mengubah aktivitas system saraf pusat sebagai berikut:
·         Mengurangi ketegangan dan kegelisahan
·         Merasa “bebas”, senang, di awang-awang
·         Peningkatan kemampuan mental dan fisik temporer
·         Menghilangkan kontrol yang menghambat ( takut, dsb) dan mengubah persepsi sensoris.

       Ketergantungan obat dapat dibagi dalam dua komponen yaitu:
1)      Ketergantungan psikologis, yang mengandalkan obat/obat  tertentu demi kesenangan dan kenyamanan yang dirasakan saat menggunakannya, dapat menimbulkan “craving” hebat (sangat menginginkan).
2)      Ketergantungan fisik, yaitu adaptasi seluler terhadap obat sampai timbul toleransi dan withdrawal syndrome. Withdrawal syndrome ditandai dengan perubahan fisiologis bila obat yang bersangkutan dihentikan tiba-tiba. Gejalanya bisa seperti berikut:
·         Kulit yang hangat, lembab, gatal
·         Mual dan muntah
·         Gelisah
·         Pupil sangat kecil
·         Hidung dan mata basah
·         Menguap
·         Menggigil
·         Nafas cepat dan tidak teratur
·         Tremor dank ram.

                        Toleransi berarti memerlukan dosis obat yang makin tinggi untuk mencapai efek yang sama dengan dosis yang biasanya lebih rendah.

Ketergantungan bervariasi sesuai jenis obat
1)      Ketergantungan obat jenis opiate ( narkotik)
2)      Ketergantungan obat jenis barbiturate/alcohol
3)      Ketergantungan obat jenis cannabis
4)      Ketergantungan obat jenis kokain
5)      Ketergantungan obat jenis amfetamin
6)      Ketergantungan obat jenis halusinogen
7)      Ketergantungan obat jenis pelarut/solven yang mudah menguap

Pengobatan ketergantungan
Pengobatan terhadap gejala withdrawal didasarkan pada dua prinsip:
1)      Mengganti obat itu dengan obat yang secara farmakologis atau fisiologis ekuivalen.
2)      Secara bertahap mengurangi obat ekuivalen itu, lamanya tergantung keadaan klinis pasien.

Kesalahan pemberian obat
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya:
·          Lupa memberi obat
·         Memberi dua kali obat yang dilupakan sebagai kompensasi
·         Memberi obat yang benar pada waktu yang salah
·         Atau memberi obat yang benar melalui rute yang salah.
Kepatuhan
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar, atau tidak jika terapi akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi tersebut tanpa pengawasan. Terutama penting untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, astritis rheumatoid, hipertensi, tuberculosis paru, dan diabetes mellitus.
Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan:
1)      Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
2)      Pasien tidak mengerti tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya.
3)      Sukarnya memperoleh obat itu di luar rumah sakit
4)      Mahalnya harga obat
5)      Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien.

            Untuk itu sebelum pasien pulang kerumah, tim kesehatan harus yakin bahwa pasien mengetahui:

a.       Nama dan kekuatan obatnya
b.      Kegunaan obat itu
c.       Jumlah obat untuk dosis tunggal
d.      Jumlah total kali minum obat
e.       Waktu obat itu harus diminum, misalnya berkaitan dengan makan
f.       Untuk berapa hari obat itu harus diminum
g.      Rute pemberian obat
h.      Perhatian khusus yang diperlukan oleh rute peberian, misalnya tetes mata, supositoria
i.        Tindakan apa yang harus diambil bila upaya minum obat, khususnya digoksin, terapi antikoagulan oral.

Implikasi keperawatan
Konseling dasar untuk pasien yang akan pulang mencakup penyuluhan hal berikut ini:
  1. saat alcohol dikontraindikasi bila sedang minum obat tertentu
  2. pantangan makanan tertentu (misalnya, hindari ekstrak daging, keju lunak, buncis tertentu saat sedang minum MAOIS)
  3. obat non-resep yang dikontraindikasi ( misalnya, aspirin dan analgesik pengandung- aspirin pada terapi antikoagulan oral)
  4. jangan mengoperasikan mesin rumit atau mengendarai mobil pada terapi obat tertentu ( misalnya, sedativf, antihistamin)
  5. efek samping apa yang diperkirakan, dan bagaimana mengatasinya
  6. memperbaiki kondisi penyimpanan obat yang dipakai.


Sumber: Farmakologi untuk keperawatan/Jan Tambayong,Jakarta:Widya Medika,2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar