Senin, 09 April 2012

citra pelajar kristen


CITRA PELAJAR KRISTEN


Dari cerita dan Biografi yang pernah di tulis tentang mereka (Abraham Lincoln, Martin Luther King, Jr. , Bunda Theresa, Uskup Belo, John Wesley, dan John Sung) , kita mendapatkan beberapa cirri mencolok, yang dapat kita jadikan sebagai bahan pelajaran bagi kehidupan kita :

1.      Kesadaran bahwa menampilkan citra Kristus merupakan tugas utamanya di dalam kehidupannya.
2.      Meneliti kehidupan Tuhan Yesus dan menjadikan-Nya sebagai teladan utama.
3.      Memetik berbagai aspek dari keteladan Yesus dan perkataan-perkataan hikmat dalam Alkitab untuk di jadikan arah perkembangan diri dan karyanya.
4.      Membedakan dengan sadar nilai-nilai kristiani dengan yang bukan.
5.      Memiliki gaya hidup, penampilan, dan gaya kerja yang unik serta keberanian mengambil resiko besar, dengan kata lain, memiliki citra diri yang kokoh dan sejalan dengan citar diri sebagai pengikut Yesus.
6.      Mampu mengkomunikasikan visi dan panggilannya (misi)

Menampilkan citra diri itu tidak mudah. Ada orang yang merasa telah menampilkan citra diri dengan baik dan sempurna, namun belum tentu lingkungannya dapat menerima. Yang sering terjadi malah menolak dan mencemoohkan, bahkan berprasangka lain terhadapnya.
Pada sisi lain, bisa saja terjadi, orang merasa telah menampilkan citra Kristen, namun orang lain menolak, karena mereka menyadari bahwa antara citra diri, tata nilai, kebutuhan, ambisi dan perilakunya tidak serasi. Misalnya: Ada orang tua yang menyuruh anaknya rajin ke gereja, namun ia sendiri sibuk dengan rekan bisnisnya, atau korupsi di tempat kerjanya.
Yang pasti, menampilkan citra Kristen berarti menyelidiki dan mengubah diri terus-menerus sehingga semakin serupa dengan citra Kristus (Rm.8:29). Kita juga dapat menyebutnya sebagai mereformasi diri.


“Hidup Yang Bersaksi”

Apakah hidup bersaksi itu ? Hidup yang bersaksi adalah hidup yang melalui pikiran, perkataan dan perbuatan memberitakan karya Kristus yang sudah mati karena dosa kita(1 kor. 15:3-4). Roh kudus bekerja dalam hidup kita sehingga melalui kesaksian tersebut orang yang menyaksikannya percaya kepada karya Kristus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi.

Alkitab memberikan beberapa ciri dan sekaligus identitas gaya hidup yang bersaksi dari orang-orang percaya, antara lain :
a.“Kamu adalah garam dunia” (mat, 5:13-16), kata Yesus,.
Maksudnya ialah hendaknya kita dapat memberi pengaruh kepada orang lain, sebagaimana garam mengasinkan makanan dan membuatnya enak; juga sebagaimana ragi mengkhamiri adonan.(luk.13:21). Di taruh di mana pun, sifat garam tidak berubah; karena itu hendaklah kita tidak berubah dalam sikap dan pemahaman akan karya Kristus itu.
b.”Kamu adalah surat kristus, yang di tulis oleh pelayan kami, di tulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup ( 2 kor. 3:3), kata Paulus kepada jemaat di korintus.
c.”Kami adalah kawan sekerja Allah”(1 kor. 3:9). Paulus menyaksikan dirinya sebagai kawan sekerja Allah.
d.”Kamulah ranting-rantingnya” (Yoh. 15:5). Yesus menyatakan diri-Nya sebagai pokok anggur sedangkan murid-murid adalah ranting-rantingnya. Ranting akan bergantung pada penyaluran makanan dari pokonya, dan melalui rantingnlah keluar buah yang di harapkan baim maupun oleh pokok itu sendiri. Bila kita terpisah dari pokok, yakni Yesus Kristus, maka ranting akan mati dan tidak berguna lagi.
e.”Kamu adalah terang dunia” (mat. 5:14). Setiap orang percaya hendaklah menjadi terang bagi sekelilingnya, sehingga ia dapat menjadi pemberi cahaya dalam kegelapan dunia, panutan dan cerminan kehidupan Kristus bagi orang-orang di sekitarnya.

Jadi, tugas ini adalah tugas yang mulia, karena Tuhan mengamanatkan dan ini menentukan bagi arah kehidupannya- apakah mereka akan selamat atau binasa.
Tugas  kesaksian hidup (memberitakan injil) itu melekat pada diri kita. Tidak bisa tidak, kita harus menginjili. Bahkan, Rasul Paulus mengatakan, “ Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan injil”(1 kor. 9:16). Artinya memberitakan injil harus menjadikan gaya hidup setiap orang percaya. Sebagai gaya hidup, hal itu akan tampak melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan kita.
Dari pengalaman hidup sehari-hari, justru kesaksian melalui gaya hidup jauh lebih berhasil guna (efektif).

Citra diri kita mewujud dalam gaya hidup kita dan sekaligus sebagai gambar dari apakah kita sudah benar-benar menjadi pengikut Kristus.

“Renungkanlah”
Sebagai orang Kristen, kita harus memiliki gaya hidup sesuai dengan apa saja yang di tulis dalam Alkitab. Salah satunya adalah kesaksian hidup. Tidak semua kesaksian hanya melalui perkataan, tetapi juga melalui perbuatan dan cara kita menyikapi hidup. Sudah selayaknya jika kita memulai sejak dini hidup sesuai ajaran Alkitab. Jika itu dapat terlaksana, maka tidak akan sulit bagi kita mengabarkan injil melalui kehidupan kita.




“Hidup Sederhana”

Apakah yang di maksud dengan hidup sederhana?
Hidup sederhana berarti, hidup dengan seadanya, bersahaja dan secukupnya, tidak berlebih-lebihan.
Misalnya, bila kita ingin makan sehat, tidak harus dengan lauk beraneka ragam( ada ikan, daging, telur dan sebagainya), sayur dan buah yang bermacam-macam pula; kita cukup makan dengan masing-masing stu jenis lauk, sayur dan buah. Tidak perlu berlebihan, baik jenis maupun jumlahnya. Hal yang sama dapat diterapkan dalam hal berpakaian, sepatu, dan lain sebagainya, sepanjang hal itu sesuai dengan kebutuhan yang sesungguhnya.

Kaum puritan, yaitu kelompok Kristen yang memperjuangkan kekudusan dengan hidup sederhana, sangat menekankan apa yang di sebut the spirit of contenment (mencukupkan diri dengan apa yang ada padanya). Menurut mereka itulah rahasia hidup bahagia, di mana orang tidak menyiksa diri dengan berbagai keinginan, nafsu atau ambisi yang mencelakakan.

Yesus sendiri, dalam Doa Bapa Kami, secara tersirat mengajarkan hal hidup sederhana ini kepada murid-murid-Nya,”Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Mat. 6:11). Begitupun Rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius, menasihatkan bahwa orang yang menginginkan hidup kaya dan berlebihan akan jatuh ke dalam pencobaan, nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.


“Berbagi”

Alkitab mengajarkan bahwa mereka yang hidup berkelimpahan adalah mereka yang hidupnya bermurah hati dengan berbagi. Sebab, lebih berbahagia mereka yang memberi dari pada yang menerima (Kis. 20;35). Ada orang yang secara materi hidupnya berkelimpahan, namun seperti kata firman Tuhan, mereka “ tidak di karuniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya”(pkh. 6:2). Orang seperti itu sebenarnya miskin dan kasian sekali. Hidupnya bukanlah hidup yang mengalirkan berkat Tuhan, melainkan yang menyedot semua keuntungan untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang menurut ukuran dunia bukanlah orang yang berkelimpahan, namun senantiasa penuh kemurahan dalam memberi dan mengalirkan anugerah dan berkat Tuhan kepada orang lain adalah orang yang sungguh-sungguh hidup dalam segala kelimpahan. Maka pada saat kita memberi, kita sekaligus mengalami pembentukan Tuhan untuk memasuki kehidupan yang semakin di perkaya di dalam Dia.
Seluruh Hidup Tuhan Yesus Kristus adalah hidup yang memberi, bahkan Dia memberikan yang paling berharga, yaitu nyawa-Nya sendiri bagi tebusan dosa kita. Sebagai manusia yang berdosa kita sebenarnya tidak mampu berbagi. Seringkali pemberian kita bersifat mencari balasan, takut di anggap orang kikir, membanggakan diri, menyatakan diri sebagai seorang yang bermoral dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu bermuara pada: “supaya di puji orang” . Motivasi-motivasi seperti itu adalah sesuatu yang menjijikan di hadapan Tuhan; Yesus menyebutnya “munafik” , karena mengharapkan pujian orang (mat. 6:2) ; “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah di ketahui tangan kirimu apa yang di perbuat tangan kananmu”  (mat. 6:3)
Hanya orang yang mengalamipenebusan dan kasih Kristus yang dapat memberi dengan hati tulus. Kita hanyalah alat saluran, hamba yang tidak berguna.Tujuan kita melakukan hal itu adalah untuk kemuliaan Tuhan, sebab Dialah satu-satunya yang berhak menerima pujian. Kita memberi untuk Tuhan bukan untuk diri kita; bahkan buka kita pula untuk sesame kita, melainkan sekali lagi untuk Tuhan.

Akhirnya, hidup sederhana dan bermurah hati untuk berbagi adalah sebuah latian bagi iman kita akan kemahakuasaan Tuhan dalam memelihara dan mencukupkan kebutuhan kita, atau dalam istilah teologi di sebut providensia, pemeliharaan Allah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar