CITRA PELAJAR KRISTEN
Dari cerita
dan Biografi yang pernah di tulis tentang mereka (Abraham Lincoln, Martin
Luther King, Jr. , Bunda Theresa, Uskup Belo, John Wesley, dan John Sung) ,
kita mendapatkan beberapa cirri mencolok, yang dapat kita jadikan sebagai bahan
pelajaran bagi kehidupan kita :
1.
Kesadaran
bahwa menampilkan citra Kristus merupakan tugas utamanya di dalam kehidupannya.
2.
Meneliti
kehidupan Tuhan Yesus dan menjadikan-Nya sebagai teladan utama.
3.
Memetik
berbagai aspek dari keteladan Yesus dan perkataan-perkataan hikmat dalam
Alkitab untuk di jadikan arah perkembangan diri dan karyanya.
4.
Membedakan
dengan sadar nilai-nilai kristiani dengan yang bukan.
5.
Memiliki
gaya hidup, penampilan, dan gaya kerja yang unik serta keberanian
mengambil resiko besar, dengan kata lain, memiliki citra diri yang kokoh dan
sejalan dengan citar diri sebagai pengikut Yesus.
6.
Mampu
mengkomunikasikan visi dan panggilannya (misi)
Menampilkan citra diri itu
tidak mudah. Ada
orang yang merasa telah menampilkan citra diri dengan baik dan sempurna, namun
belum tentu lingkungannya dapat menerima. Yang sering terjadi malah menolak dan
mencemoohkan, bahkan berprasangka lain terhadapnya.
Pada sisi lain, bisa saja
terjadi, orang merasa telah menampilkan citra Kristen, namun orang lain menolak,
karena mereka menyadari bahwa antara citra diri, tata nilai, kebutuhan, ambisi
dan perilakunya tidak serasi. Misalnya: Ada
orang tua yang menyuruh anaknya rajin ke gereja, namun ia sendiri sibuk dengan
rekan bisnisnya, atau korupsi di tempat kerjanya.
Yang pasti, menampilkan
citra Kristen berarti menyelidiki dan mengubah diri terus-menerus sehingga
semakin serupa dengan citra Kristus (Rm.8:29). Kita juga dapat menyebutnya
sebagai mereformasi diri.
“Hidup
Yang Bersaksi”
Apakah hidup bersaksi itu ?
Hidup yang bersaksi adalah hidup yang melalui pikiran, perkataan dan perbuatan
memberitakan karya Kristus yang sudah mati karena dosa kita(1 kor. 15:3-4). Roh
kudus bekerja dalam hidup kita sehingga melalui kesaksian tersebut orang yang
menyaksikannya percaya kepada karya Kristus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan
Juruselamat pribadi.
Alkitab memberikan beberapa
ciri dan sekaligus identitas gaya
hidup yang bersaksi dari orang-orang percaya, antara lain :
a.“Kamu adalah garam dunia” (mat, 5:13-16), kata Yesus,.
Maksudnya ialah hendaknya kita dapat memberi pengaruh
kepada orang lain, sebagaimana garam mengasinkan makanan dan membuatnya enak;
juga sebagaimana ragi mengkhamiri adonan.(luk.13:21). Di taruh di mana pun,
sifat garam tidak berubah; karena itu hendaklah kita tidak berubah dalam sikap
dan pemahaman akan karya Kristus itu.
b.”Kamu adalah surat kristus, yang di tulis oleh
pelayan kami, di tulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang
hidup ( 2 kor. 3:3), kata Paulus kepada jemaat di korintus.
c.”Kami adalah kawan sekerja Allah”(1 kor. 3:9). Paulus
menyaksikan dirinya sebagai kawan sekerja Allah.
d.”Kamulah ranting-rantingnya” (Yoh. 15:5). Yesus
menyatakan diri-Nya sebagai pokok anggur sedangkan murid-murid adalah
ranting-rantingnya. Ranting akan bergantung pada penyaluran makanan dari
pokonya, dan melalui rantingnlah keluar buah yang di harapkan baim maupun oleh
pokok itu sendiri. Bila kita terpisah dari pokok, yakni Yesus Kristus, maka
ranting akan mati dan tidak berguna lagi.
e.”Kamu adalah terang dunia” (mat. 5:14). Setiap orang
percaya hendaklah menjadi terang bagi sekelilingnya, sehingga ia dapat menjadi
pemberi cahaya dalam kegelapan dunia, panutan dan cerminan kehidupan Kristus
bagi orang-orang di sekitarnya.
Jadi, tugas ini adalah tugas
yang mulia, karena Tuhan mengamanatkan dan ini menentukan bagi arah
kehidupannya- apakah mereka akan selamat atau binasa.
Tugas kesaksian hidup (memberitakan injil) itu
melekat pada diri kita. Tidak bisa tidak, kita harus menginjili. Bahkan, Rasul Paulus
mengatakan, “ Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan injil”(1 kor. 9:16).
Artinya memberitakan injil harus menjadikan gaya hidup setiap orang percaya. Sebagai gaya hidup, hal itu akan
tampak melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan kita.
Dari pengalaman hidup
sehari-hari, justru kesaksian melalui gaya
hidup jauh lebih berhasil guna (efektif).
Citra diri kita mewujud
dalam gaya
hidup kita dan sekaligus sebagai gambar dari apakah kita sudah benar-benar
menjadi pengikut Kristus.
“Renungkanlah”
Sebagai orang Kristen, kita
harus memiliki gaya
hidup sesuai dengan apa saja yang di tulis dalam Alkitab. Salah satunya adalah
kesaksian hidup. Tidak semua kesaksian hanya melalui perkataan, tetapi juga
melalui perbuatan dan cara kita menyikapi hidup. Sudah selayaknya jika kita
memulai sejak dini hidup sesuai ajaran Alkitab. Jika itu dapat terlaksana, maka
tidak akan sulit bagi kita mengabarkan injil melalui kehidupan kita.
“Hidup
Sederhana”
Apakah yang di maksud dengan
hidup sederhana?
Hidup sederhana berarti,
hidup dengan seadanya, bersahaja dan secukupnya, tidak berlebih-lebihan.
Misalnya, bila kita ingin
makan sehat, tidak harus dengan lauk beraneka ragam( ada ikan, daging, telur
dan sebagainya), sayur dan buah yang bermacam-macam pula; kita cukup makan
dengan masing-masing stu jenis lauk, sayur dan buah. Tidak perlu berlebihan,
baik jenis maupun jumlahnya. Hal yang sama dapat diterapkan dalam hal
berpakaian, sepatu, dan lain sebagainya, sepanjang hal itu sesuai dengan
kebutuhan yang sesungguhnya.
Kaum puritan, yaitu kelompok
Kristen yang memperjuangkan kekudusan dengan hidup sederhana, sangat menekankan
apa yang di sebut the spirit of
contenment (mencukupkan diri dengan apa yang ada padanya). Menurut mereka
itulah rahasia hidup bahagia, di mana orang tidak menyiksa diri dengan berbagai
keinginan, nafsu atau ambisi yang mencelakakan.
Yesus sendiri, dalam Doa
Bapa Kami, secara tersirat mengajarkan hal hidup sederhana ini kepada
murid-murid-Nya,”Berikanlah kami pada
hari ini makanan kami yang secukupnya” (Mat. 6:11). Begitupun Rasul Paulus
dalam suratnya kepada Timotius, menasihatkan bahwa orang yang menginginkan
hidup kaya dan berlebihan akan jatuh ke dalam pencobaan, nafsu yang hampa dan
mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.
“Berbagi”
Alkitab mengajarkan bahwa
mereka yang hidup berkelimpahan adalah mereka yang hidupnya bermurah hati
dengan berbagi. Sebab, lebih berbahagia mereka yang memberi dari pada yang
menerima (Kis. 20;35). Ada
orang yang secara materi hidupnya berkelimpahan, namun seperti kata firman
Tuhan, mereka “ tidak di karuniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya”(pkh.
6:2). Orang seperti itu sebenarnya miskin dan kasian sekali. Hidupnya bukanlah
hidup yang mengalirkan berkat Tuhan, melainkan yang menyedot semua keuntungan
untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang menurut ukuran dunia bukanlah
orang yang berkelimpahan, namun senantiasa penuh kemurahan dalam memberi dan
mengalirkan anugerah dan berkat Tuhan kepada orang lain adalah orang yang sungguh-sungguh
hidup dalam segala kelimpahan. Maka pada saat kita memberi, kita sekaligus
mengalami pembentukan Tuhan untuk memasuki kehidupan yang semakin di perkaya di
dalam Dia.
Seluruh Hidup Tuhan Yesus
Kristus adalah hidup yang memberi,
bahkan Dia memberikan yang paling berharga, yaitu nyawa-Nya sendiri bagi
tebusan dosa kita. Sebagai manusia yang berdosa kita sebenarnya tidak mampu
berbagi. Seringkali pemberian kita bersifat mencari balasan, takut di anggap
orang kikir, membanggakan diri, menyatakan diri sebagai seorang yang bermoral
dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu bermuara pada: “supaya di puji orang” . Motivasi-motivasi seperti itu adalah
sesuatu yang menjijikan di hadapan Tuhan; Yesus menyebutnya “munafik” , karena mengharapkan pujian
orang (mat. 6:2) ; “Tetapi jika engkau
memberi sedekah, janganlah di ketahui tangan kirimu apa yang di perbuat tangan
kananmu” (mat. 6:3)
Hanya orang yang
mengalamipenebusan dan kasih Kristus yang dapat memberi dengan hati tulus. Kita
hanyalah alat saluran, hamba yang tidak berguna.Tujuan kita melakukan hal itu
adalah untuk kemuliaan Tuhan, sebab Dialah satu-satunya yang berhak menerima
pujian. Kita memberi untuk Tuhan bukan untuk diri kita; bahkan buka kita pula
untuk sesame kita, melainkan sekali lagi untuk Tuhan.
Akhirnya, hidup sederhana
dan bermurah hati untuk berbagi adalah sebuah latian bagi iman kita akan
kemahakuasaan Tuhan dalam memelihara dan mencukupkan kebutuhan kita, atau dalam
istilah teologi di sebut providensia,
pemeliharaan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar